Yue Fei

Bookmark and Share


Anda yang gemar dengan kisah “Sintiauw Hiaplu” (Legend of the Condor Heroes/Shediao Yingxiong Zhuan) tentu familiar dengan nama Jenderal Gak Hui, pahlawan masa Dinasti Song yang banyak berjasa dalam menentang invasi Bangsa Jin. Gak Hui tak lain dan tak bukan adalah Yue Fei. Perbedaan pelafalan nama ini semata terjadi karena perbedaan dialek. Gak Hui merupakan lafal dialek Hokkian, sedang Yue Fei adalah lafal dalam bahasa Mandarin.

Yue Fei lahir dari keluarga yang miskin dan sederhana, namun demikian kelak ia berhasil menjadi jenderal yang penuh integritas. Sepanjang karirnya ia berjuang untuk mencegah invasi bangsa Jin di perbatasan utara Cina yang berulang kali mencoba menduduki Cina.
Sebagai seorang komandan yang gagah dan bijaksana, pada suatu kali ia berhasil mengalahkan pasukan Jin yang berjumlah 500 ribu orang hanya dengan pasukan berkekuatan 800 prajurit.

Kejadian di luar kota Kaifeng itu membuat Yue Fei dipuji oleh tokoh Wanyen Hong Lieh (Wanyen Lieh) dalam novel Sintiauw Hiaplu sebagai seorang jenderal yang ahli dalam seni berperang dan tanggung di medan pertempuran. Dalam sejarah komandan pasukan Jin yang dikalahkannya konon berkeluh kesah sesaat setelah dikalahkan Yue Fei. ”Rasanya lebih mudah mengguncangkan Gunung Taishan daripada menghancurkan pasukan Yue Fei”. Berkat Yue Fei dan Jenderal Han Shizhong, Dinasti Song Utara yang lemah bisa bertahan selama beberapa waktu lamanya.

Sayang walaupun Yue Fei dan pasukannya memenangkan berbagai peperangan dan bisa memulihkan kondisi Dinasti Song Selatan di beberapa tempat, ada musuh yang siap mengintai. Musuh itu adalah seorang gila harta bernama Qin Hui. Qin Hui menebarkan fitnah palsu sehingga Yue Fei akhirnya dikirim ke penjara dan dihukum mati. Mendengar berita ini Han Shizhong bertanya, apakah kesalahan yang dilakukan oleh Yue Fei. Qin Hui menjawab “Mo Xu You”. Belakangan istilah ini digunakan untuk menyebut tuduhan palsu. Yue Fei baru berumur 39 tahun saat ia dihukum mati.


Makamnya di Hangzhou

Makam dan kuil memorial untuk Jenderal Yue Fei hingga kini masih menjadi salah satu atraksi turisme di Hangzhou. Kedua bangunan ini terletak di bagian selatan Kaki Bukit Qixia. Bangunan kuil dan makam yang ada sekarang merupakan bangunan yang kebanyakan dibangun pada masa Dinasti Qing. Kompleks makam dan kuil ini terdiri dari taman makam, kuil memorial dan kuil kesetiaan. Di sudut barat kompleks ini terdapat taman makam yang menghadap ke timur. Dua buah kuil dibangun masing-masing di bagian selatan dengan arah menghadap ke selatan.

Gerbang Kuil Memorial Yue Fei menghadap ke arah Danau Yue, salah satu bagian dari lima seksi Danau Xihu. Di antara makam, kuil dan Danau Yue berdiri sebuah ‘hifang’ atau pintu gerbang bertuliskan ‘Kesetiaan Tanpa Batas’. Lebih dari 800 tahun setelah Kaisar Xiaozong dari Dinasti Song Selatan mengeluarkan perintah kerajaan untuk memakamkan kembali Yue Fei secara terhormat, Yue Fei masih terus dikenang orang.

Tato kesetiaan

Sejak dalam kandungan, Yue Fei (1102-1142) sudah menunjukkan tanda-tanda kalau orang asal Xiangzhou, Tangyin yang lahir dari keluarga petani kelak bakal jadi seseorang yang istimewa. Pada hari kelahirannya, ayahnya melihat seekor burung besar sedang terbang sambil mengepakkan sayapnya. Oleh karena itulah putranya ia beri nama “Fei”. Yue Fei memiliki nama alias (Zi) “Peng Ju”. Belum genap sebulan umur Yue Fei, Sungai Huanghe tiba-tiba bobol, airnya meluap hingga menenggelamkan seluruh Kabupaten Tangyin. Dalam keadaan genting ibu Yue Fei yang bermarga Yao, demi mempertahankan hidup melompat masuk ke dalam gentong besar, sambil menggendong Yue Fei. Gentong besar berisi ibu dan anak itu mengalir bersama arus banjir bandang.

Akhirnya mereka baru diselamatkan setelah mendekat ke sebuah gundukan tanah yang tinggi. Setelah itulah baru keluarga Yue bertiga dapat bersatu kembali. Sejak kecil tubuh Yue Fei tegap perkasa. Sebelum usianya genap 20 tahun, dia sudah berhasil menarik busur panah sebesar 300 kati dan busur silang sebesar 8 bongkah batu besar. Ketika ratusan anak panah dilepaskan dari busurnya, maka ratusan anak panah itu semuanya akan mengenai sasaran. Teknik membidiknya pun sangatlah hebat.

Pada akhir masa Dinasti Song Utara, pemerintahan di istana sangat korup, negara mengalami banyak kesulitan, rakyat harus menjalani kehidupan yang pahit, melihat keadaan seperti ini Yue Fei sangat geram dan marah, dalam hatinya bergejolak rasa nasionalisme dan cinta negara dan ingin melawan musuh. Ibunda Yue Fei tahu hati putranya ingin membela negara, sehingga di punggung Yue Fei ia mentatokan kata “Jing Zhong Bao Guo” (Setia dalam Membela dan Membalas Budi pada Negara). Ibunda Yue Fei pun mendukung putranya mengikuti wajib militer untuk melawan musuh. Saat berumur 20 tahun itulah Yue Fei mengikuti wajib militer.


Tentara Jin lari terbirit-birit!

Pada tahun 1127 saat terjadi tragedi memalukan 'Jing Kang', tentara negeri Kim [Jin] berhasil menduduki Bianjing [sekarang Kaifeng]. Mereka menangkap dan menawan Kaisar Huizong dan Qinzong dan kembali ke utara. Pangeran Kang mendirikan kerajaan dan bergelar Gaozong. Dia tak berani tinggal di Bianjing dan melarikan diri ke Yangzhou, meninggalkan jenderal tua Zong Ze sendirian menjaga Kaifeng. Pada saat itulah Yue Fei bergabung ke bawah pimpinan jenderal Zong Ze dengan menjadi asisten jenderal.

Yue Fei sangat cerdas dan gagah berani, selama itu ia banyak memenangkan peperangan dan berjasa besar. Yue Fei melihat Kaisar Gaozong mabuk kekuasaan, sepanjang malam hanya minum arak dan bersenang-senang. Dalam kemarahan tanpa mempedulikan status dirinya sebagai bawahan, ia menulis surat pada Gaozong dan memintanya kembali ke ibukota dan membereskan kembali Cina Pusat.

Menteri korup, Huang Qianshan dan Wang Boyan membaca surat yang dilayangkan Yue Fei. Di dalamnya terdapat laporan yang menyatakan mereka berdua berkhianat pada Negeri Song. Kedua orang itu kontan kesal dan melakukan berbagai cara agar Yue Fei dipecat dari jabatannya. Walaupun terpukul, Yue Fei tidak merasa putus asa. Dia kemudian bergabung dengan Panglima Zhao dari Hebei. Begitu kedua orang ini bertemu, mereka seperti telah lama mengenal dan punya pandangan yang sama.

Jenderal Zhang Suo lalu mempercayakan jabatan komandan pasukan. Yue Fei tidak mengecewakan, berkali-kali dia menghancurkan pasukan Jin. Pasukan Jin ketakutan melihatnya, bahkan memanggilnya dengan julukan kehormatan “Kakek Yue”. Setiap kali melihat panji perang Yue Fei melambai-lambai, mereka akan lari terbirit-birit ketakutan. Karena Yue Fei berselisih dengan komandan lain Wang Yan, dia kemudian membawa pasukannya untuk kembali berada di bawah komando Zong Ze. Dia kembali banyak mencatat jasa dan memenangkan peperangan sehingga diberi jabatan sebagai Pengendali Pusat Pasukan Penjaga. Setelah Zong Ze meninggal, Du Chong diangkat sebagai penggantinya.

Pada tahun ketiga tahta Jianyan, Yue Fei mengikuti Du Chong mengawal Istana Jiankang. Pada akhir tahun yang sama, tentara Jin menyerang ke selatan. Tentara Du Chong berhasil dikalahkan tentara Jin. Yue Fei sendirian memimpin pasukannya sendiri untuk mengumpulkan prajurit yang terpencar dan mendirikan pasukannya sendiri. Kebetulan tentara Jin menyerang Hangzhou. Yue Fei kemudian memimpin pasukan untuk melakukan penyerangan. Dalam enam kali pertempuran, ia memenangkan keenam pertempuran itu. Jenderal besar Jin, Wu Zhu yang dikalahkan Yue Fei, mengumpulkan sisa tentaranya untuk mundur dan berjaga di Jianbei. Sepanjang pelariannya ia selalu diserang kembali oleh Yue Fei. Tentara Jin akhirnya berhasil ditumpas habis oleh Yue Fei. Jin Wu Zhu melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya, tapi Yue Fei terus mengejar hingga Wu Zhu hampir saja jatuh dari kudanya. Keesokan harinya, Yue Fei akhirnya berhasil merebut Jiankang.


Laparpun tak boleh merampok rakyat!

Tak ada yang meragukan kesetiaan prajurit-prajurit yang berada di bawah pimpinan Yue Fei kepada sang komandan. Orang mengenal Yue Fei sebagai sosok yang sudi berbagi suka dan duka dengan pasukannya, namun ia juga sangat disiplin pada pasukannya. Begitu disiplin dan tegasnya Yue Fei sampai ia meminta prajuritnya berjanji, “dalam keadaan dingin sekalipun tak boleh merampas rumah orang, dalam keadaan lapar sekalipun tak boleh merampok penduduk”. Berkat kerja kerasnya ini, Yue Fei akhirnya berhasil membina pasukan yang disiplin tanpa pernah ada yang berkhianat padanya.

Pada tahun 1134, Yue Fei untuk pertama kalinya memimpin ekpedisi tentara Song ke Utara yang pertama dan berhasil mendapatkan kembali enam kabupaten di Xiangyang. Hal ini membangkitkan semangat juang para prajurit dan rakyat di Song Selatan. Istana kemudian menerimanya sebagai pejabat. Pada saat itu Yue Fei yang berumur 32 tahun merupakan jenderal termuda yang turut berjasa mendirikan Dinasti Song Selatan. Namun Yue Fei tidak pernah puas dengan sumbangsihnya ini, dia ingin menaklukkan kembali Cina pusat dan membersihkan aib “Jing Kang”. Oleh karena itulah ia menuliskan puisi berjudul “Man Jiang Hong” (Sungai itu Berwarna Merah) untuk mengutarakan keteguhan semangatnya untuk membela negara.


Tradisi meludah di makam Yue Fei

Meski berkeinginan untuk menumpas pasukan Jin, dan mengembalikan wilayah Cina yang dijajah, Yue Fei justru menghadapi tantangan dari dalam istana. Qin Hui, menteri yang iri menudingnya ingin menghamburkan uang negara, karena peperangan memerlukan banyak uang. Hasutan Qin Hui berhasil. Semakin banyak menteri menentang Yue Fei. Tahun 1141 Yue Fei dipanggil menghadap Kaisar Song Gaozong ke istana. Di sini ia difitnah telah bersekongkol dengan musuh. Yue Fei dijatuhi hukuman penjara dan seperti dijelaskan pada bagian pertama tulisan ini sang pahlawan rakyat ini dijatuhi hukuman mati bersama anaknya, Yue Yun.

Pada tahun 1163, Kaisar Gaozong memerintahkan penggalian atas makam Yue Fei dan dipulihkan nama baiknya. Ia lalu dimakamkan di lokasi makamnya sekarang. Baru pada tahun 1221 sebuah kuil memorial dibangun untuk Yue Fei lengkap dengan arca raksasa Yue Fei yang dipasang di dalamnya. Dalam perjalanan waktu kuil memorial itu telah dihancurkan dan dibangun kembali selama beberapa kali. Kuil yang masih berdiri sampai sekarang merupakan hasil restorasi tahun 1923. Di dalamnya terdapat sebuah arca setinggi 4.54 meter lengkap dengan pedang di tangan, siap untuk berperang kapan saja. Di belakangnya terdapat kaligrafi karya Yue Fei yang berbunyi “Kembalikan gunung dan sungai pada kami”. Ini menunjukkan rasa patriotisme dan perlawanan Yue Fei pada Negeri Jin (Kim). Di kedua sisi kuil terdapat 120 prasasti yang di atasnya di-grafir puisi-puisi ciptaan Yue Fei.

Di sebelah kanan Kuil memorial terdapat Musoleum Yue Fei. Di sini terdapat 4 patung besi masing-masing Qin Hui dan istrinya, Zhang Jun dan Mo Qixie yang sedang berlutut di depan makam. Di masa silam terdapat tradisi memaki dan meludahi keempat patung ini yang dilakukan oleh pengunjung yang berjiarah ke makam Yue Fei. Pengunjung bahkan boleh melepas sepatu dan melemparkannya ke dua patung tersebut. Kini terdapat tanda “jangan meludah” di sisi setiap patung. Sebagai gantinya para pengunjung melakukan “tradisi” lain untuk mengungkapkan kekesalan kepada empat penghianat itu yakni dengan cara menampar bagian belakang kepala patung tersebebut. Di kedua sisi makam Yue Fei juga terdapat enam patung batu, dua kuda, dua harimau, dan dua kambing yang menyimbolkan para pengawal Yue Fei. Setiap tahun tak terhitung pejiarah yang datang ke tempat ini untuk mengenang kepatriotan Yue Fei.

Ada satu hal lagi yang di masa silam diidentikkan dengan Qin Hui yakni makanan yang kita kenal dengan nama Cakwe. Dahulu, Cakwe yang dalam bahasa Mandarin dikenal dengan “Youtiao” sering diibaratkan sebagai Qin Hui yang suka berkhianat. Untuk melampiaskan kegemasan pada Qin Hui, rakyat Cina menggoreng Cakwe dalam minyak yang panas!
(baru tau kan ..hhehehehe)